Rabu, November 03, 2010

TINJAUAN PUSTAKA

PERITONITIS


 

  • Pengertian

    Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar (cth : sirosis dengan asites, sistem urinarius) ; sekunder inflamasi dari saluran GI, ovarium/uterus, cedera traumatik atau kontaminasi bedah (Doenges, 1999).

    Peritonitis adalah inflamasi peritonium yang bisa terjadi akibat infeksi bakterial atau reaksi kimiawi (Brooker, 2001).

    Peritonitis adalah infeksi seius atau peradangan dari sebagian atau seluruh peritonium, penutup dari saluran usus (Griffith, 1994).


     

  • Etiologi
    • Peradangan dinding peritonium yang terjadi bila benda asing termasuk bakteri atau isi gastrointestinal.
    • Robek atau perforasi dari organ mana saja diperut, seperti apendiksitis, tukak peptik, atau divetikulum yang terinveksi atau kandung kemih.
    • Luka pada dinding perut, seperti karena pisau atau luka karena tembak.
    • Penyakit radang panggul.
    • Robeknya kehamilan ektopik (Griffith, 1994).


     

  • Patofisiologi

    Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.


     

    Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.

    Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF) (http://www.majalah-farmacia.com/).

    .

  • Tanda dan gejala klinis
    • Nyeri tajam, memburuk pada saat bergerak/batuk.
    • Nyeri menyebar ke bahu, iritasi diafragma.
    • Muntah dan distensi.
    • Palpasi dan perkusi secara hati-hati, terdapaat nyeri lepas.
    • Suara usus menghilang.
    • Peritonitis pelvik dengan manifestasi diare, disuria (Mowschenson, 1990).


 


 


 

  • Pemeriksaan penunjang
    • JDL : SDP meningkat kadang-kadang lebih besar dari 20.000. SDM mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.
    • Protein/albumin serum : mungkin menurun karena perpindahan cairan.
    • Amilase serum : biasanya meningkat.
    • Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada.
    • GDA : alkalosis respiratori dan asidosis metabolik mungkin ada.
    • Kultur : organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites.
    • Pemeriksaan foto abdominal : dapat menyatakan distensi usus/ileum. Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas ditemukan pada abdomen.
    • Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma.
    • Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin (Doenges, 1999).


     

  • Penatalaksanaan
    • Terapi ditujukan pada kelainan serta akibat lanjut dari proses peritonitis. Terapi suportif untuk hipovolemi, pengaturan suhu tubuh (pada neonatus terdapat hipotermi, sedang pada bayi lebih besar, atau pada anak-anak terdapat hipertermi).
    • Antibiotika dengan spektrum luas sensitif terdapat kuman gram negatif, gram positif serta untuk kuman aerob dan anaerob. Diberikan intravena sebelum pembedahan.
    • Pembedahan ditujukan untuk menghentikan sumber infeksi serta membersihkan rongga peritoneal dari cairan infeksius dengan pencucian dengan cairan NaCl steril. Pencucian harus benar-benar bersih.
    • Drain intraperitoneal tidak perlu dipasang bila telah diyakini rongga peritoneal telah bersih.
    • Perawatan pasca bedah perlu diperhatikan ialah balance cairan, pengaturan suhu tubuh, antibiotika diteruskan, dekompresi lambung dan usus dipertahankan (FKUI, 1995).

    MANAJEMEN KEPERAWATAN


 


 


 

  1. Pengkajian

    Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

    Pengkajian pasein dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah meliputi :

  • Aktivitas / istirahat

    Gejala     :     kelemahan

    Tanda     :    kesulitan ambulasi

  • Sirkulasi

    Tanda     :    Takikardi, berkeringat, pucat hipotensi (tanda syok). Edema jaringan.

  • Eleminasi

    Gajala     :    ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang)

    Tanda     :    cegukan, distensi abdomen. Penurunan haluaran urine, warna gelap. Penurunan/tak ada bising usus, bising usus kasar.

  • Makanan dan cairan

    Gejala    :    anoreksia, mual, muntah, haus.

    Tanda     : muntah proyektil. Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

  • Nyeri/ketidaknyamanan

    Gejala     :     nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau local, menyebar ke bahu, terus menerus oleh gerakkan.

    Tanda     :     distensi, kaku, nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.

  • Pernapasan

    Tanda     :     pernapasan dangkal, takipnea.

  • Keamanan

    Geajala     :     riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis) ; infeksi pasca melahirkan, abses retroperitoneal..

  • Penyuluhan/pembelajaran

    Gejala     : riwayat adanya trauma penetrasi abdomen ; perforasi kandung kemih ; penyakit saluran GI (apendiksitis perforasi, ganggren/rupture kandung empedu, perforasi Ca gaster, perforasi gaster/ulkus duodenal, obstruksi ganggrenosa usus, perforasi divertikulum, ileitis regional, hernia strangulasi).


 

  1. Diagnosa keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).

    Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :

  • Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
  • Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
  • Nyeri berhubungan dengan iritasi kimia peritonium perifer, trauma jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen/distensi abdomen.
  • Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
  • Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian/perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik.
  • Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan prosedur pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.


     


 


 

  1. Intervensi dan implementasi

    Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)

    Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

    Intervensi dan implementasi pada pasien dengan peritonits (Doenges, 1999) adalah :

    1. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

      Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

      Kriteria:     -     tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

            -    luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

    -    Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

  • Pantau tanda-tanda vital.

    R/     mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

  • Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

    R/     mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

  • Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

    R/     untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

  • Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

    R/     penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

  • Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

    R/     antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.


 

  1. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

    Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan

    Kriteria :     -    Input dan output seimbang

        -    Vital sign dalam batas normal

        -    Tidak ada tanda presyok

        -    Akral hangat

        -    Capilarry refill < 3 detik

Intervensi dan Implementasi :

  1. Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi

    R/     Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

  2. Observasi capillary Refill

    R/      Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

  3. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ

    R/     Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

  4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )

    R/     Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral

  5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

    R/     Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.


 

  1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kimia peritonium perifer, trauma jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen/distensi abdomen.

    Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

    Kriteria :     -    Nyeri berkurang atau hilang

    -    Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

  1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

    R/     hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

  2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

    R/     tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

  3. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

    R/     memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

  4. Observasi tanda-tanda vital.

    R/     untuk mengetahui perkembangan klien

  5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

    R/     merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.


 

  1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

    Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

    Kriteria :     -    Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

    -    Menunjukkan berat badan yang seimbang.

    Intervensi dan Implementasi :

    1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

      R/     Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

    2. Observasi dan catat masukan makanan pasien

          R/     Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan

    3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)

          R/     Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

    4. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan

          R/     Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.

    5. Berikan dan Bantu oral hygiene.

          R/     Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

    6. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.

          R/     Menurunkan distensi dan iritasi gaster.


     

  2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian/perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik.

    Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.

    Kriteria :     - klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.

        -    klien mampu mempertahankan penampilan peran.

        -    klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.

        -    klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.

        -    tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

    Intervensi dan Implementasi :

    1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

      R/     memudahkan intervensi.

    2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.

      R/     mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.

    3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.

      R/     pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.

    4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

      R/     alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

    5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.

      R/     menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.

    6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

      R/     menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

    7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.

      R/     meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.

    8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.

      R/     mengurangi ansietas, sesuai kebutuhan.


 

  1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan prosedur pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

    Tujuan : orang tua mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

    Kriteria :    -     melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

        -     memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

    1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

      R/     mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

    2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

      R/     dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

    3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

      R/     diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

    4. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

      R/     mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.


 


 


 


 

  1. Evaluasi

    Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

    Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :

    1. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
    2. Tidak terjadi defisit voume cairan
    3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
    4. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
    5. Ansietas berkurang/terkontrol.
    6. Klien/keluarga mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Griffith, Winter H. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta

Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta

Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar