Kamis, Juni 30, 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIV/AIDS

1.DEFENISI
AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan).
Kasus AIDS yang terjadi pada anak pertama kali di temukan pada tahun 1982, sekitar bulan September 1992, jumlah kasus anak telah tercatat sebanyak 4051 dan jumlah ini semakin meningkat setiap tahunnya.

2.ETIOLOGI
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
-Pemakaian obat oleh ibunya
-Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
-Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
Anak-anak (mereka yang berusia < 13 tahun) biasanya mendapatkan penyakit ini pada saat persalinan, tranfusi dan penatalaksanaan hemofilia. Pada bulan Desember 1989, presentase rata-rata cara penularan diatas berturut-turut sebesar 83%, 9% dan 5%, sisanya 3% tidak diketahui penyebabnya. Selain itu anak-anak memndapatkan mungkin juga terkena infeksi HIV melalui tindakan sexual termasuk pemerkosaan. Tiga cara tranfusi dari ibu keanaknya terjadi melalui plasenta, kontak didarah ibu pada saat persalinan, dan ASI, seksio caesarea tidak dapat mencegah terjadinya infeksi saat persalinan.

3.MANIFESTASI KLINIS
Pada anak-anak gejala yang timbul sangat bervariasi, tergantung dari usia saat anak mulai terkena. Anak-anak terkena AIDS juga sangat peka terhadap terjadinya infeksi kondidiasis oral, diare, infeksi pernafasan, demam yang tak dapat diketahui dan perkembangan yang terhambat. Pada balita biasanya gejala dapat berupa parotitis, limfa denopati umum, infeksi bakteri berulang, penyakit neurologi atau abnormalitas perkembangan. Pada anak lebih besar gejala yang timbul antara lain kegagalan perkembangan, hepatosplenomegali, pneumonia interstisial kronik, atau kombinasi penyakit-penyakit lain.

4.PATOFISIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus HIV, jadi virus HIV yang menjangkit ketubuh sehingga anak menjadi sakit, setelah terjangkit HIV, masih diperlukan bertahun-tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS, tergantung daya tahan tubuh.
AIDS muncul, setelah daya tahan tubuh, yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit, runtuh oleh virus HIV, yaitu dihancurnya sel-sel lifosit T (Sl-T), karena kekurangan Sel-T, aka anak mudah sakit, terserang infeksi dan penyakit lain, kanker sekalipun. Jadi bukan AIDS yang menyebabkan kematian anak, tapi ma\elainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.

5.KOMPLIKASI
Komplikasi pada paru-paru yang sering terjadi adalah pneumonia Pneumaeytysis Cariis (PPC), Pneumonia Interstitial Limfoid, TB Paru dan virus kinstial pernafasan, seperti halnya pada orang dewasa, PPC merupakan indikator AIDS yang utama.

6.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Himpofenisia T4 (helper) disertai penurunan jumlah linfosit T4 absolut dan ratio perbandingan T4 : T8 yang terbalik merupakan tanda utama adanya infeksi HIV. Walaupun begitu anak-anak terinfeksi HIV bisasaja mempunyai nilai hitung T4 yaitu normal, sel-sel B bisa juga menunjukkan perubahan; biasanya terjadi hipergamaglebulinemia, tetapi mungkin juga terjadi kebalikannya.
Pemeriksaan laboratorium biasanya terbagi 3 yaitu :
-Pembuktian adanya antibody atau antigen
-Pemeriksaan status imunitas
-Pemeriksaan terhadap infeksi apertunistik dan keganasan

7.PENTALAKSANAAN
a). Pengobatan
Pengobatan zidovadin untuk anak diberikan dosis umum melalui oral adalah 180 h/m2 1 x 6 jam atau 4 x/hari.
b). Imunisasi.

8.DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN ANAK
a.Aktivitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi terhadap aktivitas kurang, lelah / malaise, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, frekuensi jantung, pernafasan.
b. Sirkulasi
Gejala : Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan lama bila ada cedera.
Tanda : Takikardi, perubahan TD postural, menurunnya nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas Ego
Gejala : Berat badan menurun, leci cacat.
Tanda : Menangis, takut, kontak mata kurang.
d. Eliminasi
Gejala : Diare kronik / intermiten, sering dengan atau tanpa disertai kram abdominal, rasa terbakar saat miksi.
Tanda : Feces encer atau tanpa disertai dengan mokus atau darah, nyeri tekan abdomen, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urine.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan, mual / muntah, infagia, penurunan BB yang cepat / progresif.
Tanda : Adanya bising usus hiperaktif, penurunan BB, badan kurus, menurunnya lemak subkuan / massa otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi kurang / gusi yang buruk, gigi yang tanggal, parotitis.
f. Higine
Tanda : Penampilan kusut.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing-pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kegagalan perkembangan intelektual, kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan pada ekstremitas.
Tanda : Perubahan status mental, apatis, retardasi, psikomator / respons melambat, refleks tidak normal, menurunya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.
h. Nyeri / Keamanan
Gejala : Nyeri umum / lokal, sakit, menangis, sakit kepala, demam.
Tanda : Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan, gerak melindungi bagian yang sakit, badan panas.
i. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek yang progresif, batuk, bendungan atau sesak pada dada.
Tanda : distres pernafasan, takipnea, perubahan bunyi nafas (adventisius), sputum).
j. Keamanan
Gejala : Demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Rektum kuku-kuku perianal / abses, timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfa (leher, axila, paha), badan lemah, tekanan otot lemah, perubahan gaya berjalan.
k. Imunisasi
Imunisasi tidak lengkap / tidak pernah imunisasi.
l. Riwayat Orang Tua
Riwayat ibu terinfeksi HIV – Positif, kebiasaan konsumsi obat-obatan narkotik melalui intravena, seks bebas.

9.DIAGNOSA KEPERAWATAN
-Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan sistem imun yang didapat, respon dan inflamasi tertekan, prosedur invasif, malnutrisi, penyakit kronis (infeksi).
-Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan, diare, diaforesis, muntah, pembatasan pemasukan : Anoreksia, mual, alergi, status hipermetabolisme : demam.
-Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi (PCP / pneumonia interstisial, anemia).
-Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, ketidakmampuan mencerna, mual/muntah, diare, gangguan interstisial, ditandai dengan BB menurun, penurunan lemak subcutan/massa otot, anoreksia, perubahan indra pengecap, bising usus hiperaktif, diare, puratitis.
-Nyeri : Akut / kronis berhubungan dengan inflamasi / kerusakan jaringan : infeksi, lesi kutaneus internal / exsternal,ekskroisasi rektal, nekrosis, ditandai dengan ada rasa nyeri, gerak melindungi bagian yang sakit, perubahan pada denyut nadi : kejang otot, anoreksia, lemah otot, parestesis, paralisis, menangis, gelisah, badan panas.
-Resiko tinggi / aktual terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Aktual : Defisit imunologis, resti : penurunan tingkat aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi, perubahan status metabolisme. Ditandai dengan lesi kulit, ulserasi, fermasi, ulkus dekubitus (aktual).
-Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan defisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab patogen, (misal candida, herpes, ks), kesehatan oral tidak efektif ditandai dengan lsi ulkus terbuka, vertikal, rasa sakit / tidak nyaman pada bagian oral, stomatitis : leukoplakia, gingivitis dan karies gigi.
-Kelemahan berhubungan dengan perubahan produksi energi metabolisme, peningkatan kebutuhan energi ditandai denga mudah lelah, intoleransi aktivitas, lemah / malaise, otot lemah, menurun massa otot.
-Resiko tinggi terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pngasingan dari orang terdekat / orang tua, ketidak adekuatan perawatan, respons pengasuh tidak konsisten, tidak adanya dukungan orang tua.
-Kurang pengetahuan orang tua mengenai kondisi pregnosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengenal sumber-sumber dan kurang mengingat ditandai dengan meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidak adekuatan mngikuti intraksi.

10.RENCANA KEPERAWATAN
Dx 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Tindakan :
a.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
R/.Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
b.Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup.
R/.Lingkungan yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman pathogen
c.Informasikan perlunya tindakan isolasi.
R/.Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen.
d.Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/.Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
e.Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
f.Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna bersihkan kuku setiap hari.
R/Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka.
g.Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi.
R/Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi.
h.Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
R/Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.

Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
a.Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
b.Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
c.Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
d.Timbang BB setiap hari.
R/.penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
e.Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.
f.Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang.
R/Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.

Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan:
a.Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia.
b.Auskultasi bising usus.
R/Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
c.Timbang BB setiap hari.
R/BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
d.Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R/Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
e.Rencanakan makan bersama keluarga/org terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi).
R/sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit dan dorong klien untuk duduk saat makan.

Dx.4.Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Tindakan:
a.Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
b.Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
c.Berikan posisi semi fowler.
d.Lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN NEUROBLASTOMA

A. DEFINISI
Neuroblastoma berasal dari embrionyc neural crest dan kelenjar adrenal merupakan tempat yang sering terkena, tumor ini mempunyai keganasan yang tinggi pada bayi dan anak. Biasanya di temukan pada anak usia 2-4 tahun (prof. DR Iskandar W, 1985).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang terjadi pada system persarafan yang berasal dari sel-sel saraf yang terdapat paa medula adrenal dan system saraf simpatik (Sumadi. 2001).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang terjadi pada sistem persarafan yang berasal dari sel – sel saraf yang terdapat pada sistem saraf simpatis dan medula adrenal.

B. ETIOLOGI
Penyebabnya tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan faktor keturunan karena pada sel-sel tumor ditemukan kelainan genetik tertentu.

C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel kanker yang berasal dari medula adrenal dan system saraf simpatik berploriferasi,menekan jaringan sekitarnya, kemudian menginfasi sel-sel normal disekitarnya.
Tahap-tahap pada neuroblastoma:
•Tahap I : tumor terlokalisasi pada daerah asal tumor, nodus limfe belum terkna
•Tahap II : tumor unilateral, nodus limfe belumterkena
•Tahap III : tumor menginfiltrasi kearaah tengah, tumor unilateral dengan terkenanya nodus limfe, tumor mengenai seluruh nodus limfe.
•Tahap IV : tumor menginvasi nodus limfelebih jauh, mengenai tulang sumsum tulang, hati dan organ lain.
•Tahap IV-S : tumor dengan cirri tahap I atau II tetapi dngan metastase pada hati, sumsum tulang atau kulit.simpatis
Neuroblastoma berasal dari sel Krista neuralis system saraf dan karena itu dapat timbul dimanapun dari fossa kranialis sampai koksik. Secara histologis, Neuroblastoma terdiri atas sel bulat kecil dengan granula yang banyak

D.MANIFESTASI KLINIS
Neuroblastoma bisa tumbuh di berbagai bagian tubuh. Kanker ini berasal dari jaringan yang membentuk sistem saraf simpatis (bagian dari sistem saraf yang mengatur fungsi tubuh involunter/diluar kehendak, dengan cara meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, mengkerutkan pembuluh darah dan merangsang hormon tertentu).
Gejalanya tergantung kepada asal tumor dan luas penyebarannya.
Gejala awal biasanya berupa perut yang membesar, perut terasa penuh dan nyeri perut. Gejalanya juga bisa berhubungan dengan penyebaran tumor:
1.Kanker yang telah menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri tulang.
2.Kanker yang telah menyebar ke sumsum tulang menyebabkan:
-Berkurangnya jumlah sel darah merah sehingga terjadi anemia
-Berkurangnya jumlah trombosit sehingga anak mudah mengalami memar berkurangnya jumlah sel darah putih sehingga anak rentan terhadap infeksi
3.Kanker yang telah menyebar ke kulit bisa menyebabkan terbentuknya benjolan- benjolan di kulit
4.Kanker yang telah menyebar ke paru-paru bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5.Kanker yang telah menyebar ke korda spinalis bisa menyebabkan kelemahan pada lengan dan tungkai.
Sekitar 90% neuroblastoma menghasilkan hormon (misalnya epinefrin, yang dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan terjadinya kecemasan).Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
-Kulitnya pucat
-Di sekeliling mata tampak lingkaran hitam
-Kelelahan menahun, kelelahan yang berlebihan berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
-Diare
-Rasa tidak enak badan (malaise) berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
-Keringat berlebihan
-Gerakan mata yang tak terkendali
-Rewel.

Neuroblasma mempunyai memtestasi bermacam-macam tergantung pada lokasi T-primer dan metastasenya:
- Perut: akibat adanya massa, tidak nyeri, massanya ireguler dan padat, melewati garis tengah pada tubuh.
- Hati: pembesaran hati, sering terjadi pendarahan, pasien tampak pucat akibat anemi.
-Tulang Kranium: nyeri dan osteoporosis, sumsum tulang dapat menghentikan produksi sel-sel darah dan menimbulkan pansitopenea, petechi, ekimosis, terkadang terjadi diare kronik yang merupakan mamtestasiawal dari neuroblasmatoma hipertensi ditemukan pada 25% kasus.

E. KOMPLIKASI
1.Metastase
2.Prognosis buruk

F.PEMERIKSAAN FISIK
1.CT scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada, dan abdomen.
2.Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
3. Analisa urine untuk mengetahui adanya vanillylmandelic aci (VMA). Homovillic acid (HVA), dapomine, norepinephrin.
4.Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N-myc
5.Meninngkatkan ferritin, neuron-specific enolase (NSE), gangnoside (GD2)

G.PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemeriksaan Penunjang.
- Lab ~ LED
- Analisa urin untuk mengetahui adanya vanillymandelic acid (UMA) homovillic acid (HUA),dopamine, norepinephrine.
- Analileurumosum untuk mengatahui adanya gen N-nya.
- Ct-scan untukmengetahui keadaan tulang pada tengkorak,leher dada dan abdomen.
- Fungsi sumsum tulang untuk mengatahui lokasi tumor atau metastase tumor.
- Meningkatnya fetritin, Neuron-Spesific Enolose(NSE), Ganglioside (GD2)
- Radiologis
* Foto thoraks.
* Foto polos abdomen.
* Pielografi intravena.
* Reno ateriogram.

G.PENANGANAN
Adapun penanganannya antara lain adalah:
1.Pengobatan
Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada lokasi, penyebaran dan usia penderita. Jika kanker belum menyebar, biasanya diangkat melalui pembedahan.
Jika kanker berukuran besar atau telah menyebar, diberikan kemoterapi (obat anti-kanker vincristine, siklofosfamid, doksorubisin dan cisplastin) atau terapi penyinaran. Pemberian vitamin B12 dosis tinggi ada baiknya, walaupun belum diketahui pasti kegunaannya.
2.Terapi Pengobatan.
- Pembedahan pada saat perkembangan tumor pada tahap I dan II.
- Radioterapi pada saat tumor berada pada tahap III.
- Kemoterapi dapat dilakukan baik pada tumor pada tahap awal maupun tahap lanjut.
Obat-obatan pilihan diantaranya adalah vincristin, doxotuban, cyclophosphamide, adriamycia, crsplatia

H.FOKUS PENGKAJIAN
- Pemeriksaan fisik
- Riwayat penyakit
- Kaji adanya rasa nyeri, demam, kelemahan, berat badan menurun, anemia.
- Kaji adanya masa diabdomen, inkontinensia atau retensi urin, ekimosis pada supsaorbital, exoptalmus, paralysis akibat kompresi pada saraf spinal.

I.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak pengobatan.
2.Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
3.Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
4.Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi neoplasma.

J.INTERVENSI
1.Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak pengobatan.
Tujuan: Mempertahankan kemoterapi
Kriteria hasil: Anak akan sembuh dari penyakit baik secara sebagian maupun secara keseluruhan dan anak tidak akan mengalami komplikasi dari kemoterapi

Perencanaan
a.Memberikan kemoterapi sesuai dengan anjuran
b.Siapkan anak dan keluarga apabila akan dilakukan pembedahan
c.Observasi tanda-tanda cystitis
d.Membantu anak dalam program radioterapi
2.Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
Tujuan: Meningkatkan system pertahanan tubuh.
Kriteria hasil: Anak tidak akan memperlihatkan gejala-gejala infeksi


Perencanaan
a.Memberikan vaksinasi dari virus yang tidak diaktifkan (misalnya varicella, polio salk, influenza)
b.Kolaborasi untuk pemberian obat
c.Menggunakan teknik aseptic untuk seluruh prosedur invasive

3.Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: Mengurangi mual dan muntah.
Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami mual atau muntah.
Perencanaan
a.Kolaborasi untuk pemberian cairan infuse untuk mempertahankan hidrasi.
b.Menghindari memberikan makanan yang memiliki aroma yang merangsang mual atau muntah.
c.Menganjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering.

4.Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi neoplasma.
Tujuan: Mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami rasa nyeri atau nyeri dapat berkurang.
Perencanaan
a.Memberikan teknik untuk mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi.
b.Kaji adanya kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri
c.Evalasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri secara teratur untuk mencegah timbulnya nyeri yang berulang.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN NEFROTIK SYNDROM

A.KONSEP DASAR

1.Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).

2.Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

1.Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

2.Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1.Malaria kuartana atau parasit lain.
2.Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3.Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4.Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5.Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
2.Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

3.Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1.Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2.Proteinuria dan albuminemia.
3.Hipoproteinemi dan albuminemia.
4.Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5.Lipid uria.
6.Mual, anoreksia, diare.
7.Anemia, pasien mengalami edema paru.

4.Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1.Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2.Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3.Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

5.Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383)

7.Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
1.Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2.Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin
2.Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

8.Penatalaksanan
1.Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2.Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
3.Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4.Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
5.Kemoterapi:
•Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
•Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
1.Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
2.Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
3.Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4.Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.


II.ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.


2.Prioritas Diagnosa Keperawatan
•Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
•Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
•Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
•Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
•Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
•Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
•Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).

•Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
3.Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.

Intervensi:
•Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
•Observasi perubahan edema
•Batasi intake garam
•Ukur lingkar perut
•timbang berat badan setiap hari
2.Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.
Tujuan: Pola nafas adekuat
Kriteria Hasil : frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

Intervensi:
1.auskultasi bidang paru
2.pantau adanya gangguan bunyi nafas
3.berikan posisi semi fowler
4.observasi tanda-tanda vital
5.kolaborasi pemberian obat diuretic
3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan

Intervensi:
1.tanyakan makanan kesukaan pasien
2.anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3.pantau adanya mual dan muntah
4.bantu pasien untuk makan
5.berikan makanan sedikit tapi sering
6.berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
4.Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif.

Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.

Intervensi:
1.cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2.pantau adanya tanda-tanda infeksi
3.lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4.anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5.kolaborasi pemberian antibiotik

5.Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
Kriteria Hasil: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi:
1.pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2.rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3.anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4.berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

6.Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit

Intervensi:
1.inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2.berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3.ubah posisi tidur setiap 4 jam
4.gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

7.Gangguan body image b.d. perubahan penampilan.
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
Kriteria Hasil: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif

Intervensi:
1.gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2.dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3.berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak

8.Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
Kriteria Hasil : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak

Intervensi:
1.observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2.identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3.berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.

ANEMIA SEL SABIT

1. Definisi

Animia sel sabit adalah jenis anemia konginetal dimana banyak sel darah merah berbentuk menyerupai sabit.

2. Etiologi

- Hemglobin S

- Pembawaan sifat/ keturunan

3. Tanda dan Gejal

- Pucat

- Lemah

- Ikterus

4. Patofisiologi

Proses pembentukan sel sabit terjadi pada tekanan oksigen rendah dan terutama pada PH rendah. Hemoglobin S kurang melarut pada betuk deoxygenated sehingga viskositas darah naik dan menagakibatkan statis serta obstruksi aliran darah dalam sistem kapler, arteriol termminal dan pembuluh darah.

5. Penatalaksanaan

- Pengobatan simpatomatik

- Trasfusi sel darah merah

- Rehidrasi

- Pemberian obat-obatan analgesik

ANEMIA APLASTIK

DEFINISI

Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya sel darah tepi (leukopeni, trombositopeni) sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoitik dalam sum-sum tulang.

Dasar Diagnosis

Anamnesis :

• Panas, pucat, lemah, lesu

• Perdarahan (purpura, petekie, epistaksis, perdarahan gusi atau salurancerna, dll)

• Riwayat minum obat-obatan dan radiasi

• Riwayat kehamilan, kongenital.

Pemeriksaan Fisik :

• Pucat, ikterik, sesak

• Tidak ada pembesaran organ

• Bising jantung (+)

• Rumple leed +/-

Laboratorium :

• Gambaran sel darah tepi ditemukan trias : anemi, lekopeni, trombositopeni ; (pansitopeni)

• Waktu pembekuan memanjang; waktu perdarahan normal/memanjang

• Gambaran sumsum tulang :

o Banyak ditemukan jaringan ikat

o Hiposelular/aseluler sumsum tulang

o Aplasia sistem eritropoetik, granulopoitik, trombopoitik.


Pada kasus ini diagnosis anemia aplastik ditegakkan berdasarkan :

• Anamnesis : pucat, lesu, perdarahan gusi

• Px. Fisik : pucat, tidak ada pembesaran organ, rumple leed (+)

• Laboratorium : Pansitopeni, normositik normokrom.


Penatalaksanaan

• Istirahat

• Diet dengan gizi seimbang

• Transfusi (Packed Red Cell) PRC

• Androgen : Dihidrotestosteron 1-2 mg/kgBB/hari atau Metandrostenolon (Dianabol) 0,25-0,5 mg/kgBB. Bila dalam waktu 4 bulan tidak ada respon, pengobatan dihentikan.

• Kortikosteroid : Prednison 2-5 mg/kgBB/hari peroral atau Metilprednisolon 20 mg/kgBB/hari selam seminggu.

Pada kasus ini, penatalaksanaan meliputi :

Non medikamentosa :

Istirahat untuk menghindari trauma dan mencegah perdarahan

Diit lunak 3x1 ; @ (1100 Kkal dan protein 24 gram)

Monitor KU, vital sign dan tanda-tanda perdarahan

Medikamentosa :

Transfusi PRC 2x500 cc, merupakan terapi supportif

Dihidro testosteron 3x12mg , merupakan terapi kausatif yang dapat meningkatkan aktifitas eritropoetik.

Prednison 3x 24 mg, dapat meningkatkan kecepatan pematangan usia tulang yang terangsang oleh androgen, juga meningkatkan resistensi kapiler.


A N E M I A

Anemia adalah ketidakseimbangan pembentukan dan perusakan sel-sel darah merah. Ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh:

1. Berkurangnya atau gangguan pembentukan sel darah merah.

2. Pemecahan sel-sel darah merah atau kehulangan darah.

3. Pemecahan sel-sel darah merah atau kehilangan darah.

Anemia merupakan penyakit yang dapat dialami oleh segala usia. Anemia dapat terjadi saat kelahiran, sebagai catat genitik, pada kesalahan pengaturan gizi seperti kekurangan zat besi, atau pada keadaan kehilangan darah berlebihan

Anemia terbagi atas beberapa macam yaitu

1. Anemia Pernisiosa

2. Anemia Defisit Besi

3. Anemia Hemolitik

4. nemia Sel Sabit

5. Anemia Aplastik


Anemia Pernisiosa

1. Definisi

Anemia pernisiosa adalah anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas yang yang besar terjadi akibat gangguan maturasi inti sel


2. Etiologi

- Defisiensi vitamin B12

- Defisiensi asam folat

- Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat

- Gangguan sintesis DNA


3. Tanda dan Gejala

- Ikterus

- Pucat, lemah

- Glositis

- Purpura tromositopenik

- Neoropati

4. Patofisiologi

Anemia terjadi akibat gangguan maturasi inti sel akibat gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblas. Defisienasi asam folat akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas. Defesiensi vitamin B12 yang berguna dalam reaksi metilasi homosisten menjadi metionin dan reaksi ini berperan dalam

mengubah metil THF menjadi DHF yang berperan dalam sintesis DNA dan akan mengganggu maturasi inti sel dengan akibat terjadinya megaloblas.

5. Penatalaksanaan

- Untuk defisiensi B12

1. Diberikan viatamin B12 100-1000 μg/ hari selama 2 minggu selanjutnya 100-100 μg / bulan

2. Transfusi darah

- Untuk defisiensi asam folat

Diberikan asam folat 1-5 mg /hari secara oral selama 1-5 minggu